Sabtu, 13 November 2010

Alternatif Pembelajaran IPA Terpadu Melalui Pendekatan Belajar Aktif Dengan Strategi ICARE

(Oleh: Etty Sofyatiningrum)
 
BAB  I  PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
Maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat pendidikannya, sehingga bagi bangsa yang ingin maju, maka pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Hasil studi bank dunia terhadap 150 negara pada tahun 2000 (dalam Permasalahan Pendidikan, 2006) menunjukkan bahwa  kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh 4 faktor utama, yaitu (1) innovation and creativity 45%, (2) networking 25%, (3) technology 20%, dan (4) natural resources 10%. Tiga dari 4 hal tersebut menempatkan sumber daya manusia sebagai faktor yang sangat strategis. Artinya, tuntutan dan kebutuhan utama adalah mengembangkan sumber daya manusia sehigga memiliki kemampuan untuk berinovasi, kreatif, jalinan kerjasama, teknologi, dan mengelola sumber daya alam Indonesia yang sangat kaya. Kualitas sumber daya manusia dapat dikembangkan melalui pendidikan..
Salahsatu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah pembaharuan kurikulum, intinya pengembangan dan penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dikembangkan oleh tingkat satuan pendidikan (sekolah) dengan mengacu pada 8 standar nasional.Berkaitan dengan pengembangan KTSP, model pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model pembelajaran yang dianjurkan untuk diaplikasikan terutama untuk jenjang SMP/MTs.
Salahsatu data UN tahun 2008/2009 menunjukkan masih rendahnya skor nilai UN untuk beberapa materi IPA.  Beberapa materi IPA  yang sulit difahami siswa, misalnya untuk materi proses lensa mata, nilai rata-rata DKI jakarta hanya 50,23, rata-rata  nasional 59,48; untuk materi  gangguan organ eksresi hanya 17,66 (DKI Jakarta), dan 56,43 (nasional). Sedangkan materi syaraf juga rendah, hanya 57,14 untuk DKI Jakarta dan 32,43 skala nasional. Bandingkan juga dengan nilai bioteknologi, hanya 47, 81 untuk DKI Jakarta dan 56,63 untuk skala nasional (Pusat penilaian, 2009).
Dari data di atas, pertanyaan selanjutnya adalah, apa penyebab siswa tidak memahami materi IPA tersebut? Apa saja kekurangan guru IPA pada saat mengajarkan materi tersebut? Untuk mencari solusinya, paper ini akan mencoba memberikan alternatif pembelajaran yang lebih menarik, menyenangkan, kreatif sehingga guru tidak lelah mengajar, anak tertarik dan akibat positifnya, siswa akan lebih tertarik, mau mempelajari IPA dengan optimal, dan nilai tesnya meningkat. Implikasi jangka panjangnya, banyak siswa yang akan memilih IPA dan teknologi, sebagai salahsatu unsur untuk meningkatkan kualifikasi suatu negara, sesuai dengan data di atas, bahwa teknologi merupakan salahsatu penentu kualifikasi suatu negara.
Berdasarkan pengalaman penulis pada saat melatih pembelajaran IPA Terpadu di Jakarta (SMP) data hasil wawancara non formal dengan beberapa peserta, salah satu kesulitan mengajar IPA di SMP yaitu belum ada petunjuk dan contoh cara mengajarkan IPA terpadu yang jelas dan efektif. Begitu juga waktu penulis melatih guru-guru  Madrasah Tsanawiyah di Depok, Jawa Barat, permasalahan mereka sama, yaitu belum bisa membuat persiapan dan melaksanakan pembelajaran IPA terpadu yang menyenangkan para siswa, sehingga guru perlu bekerja keras untuk memotivasi para siswa belajar.  
Beberapa data lain, baik secara langsung maupun tidak langsung,  menunjukkan, umumnya model pembelajaran yang digunakan para guru di lapangan masih menggunakan metode ceramah, kadang demonstrasi, terus latihan secara rutin, sehingga pembelajaran IPA cenderung dihafal dan membosankan. Hal ini disebabkan karena guru belum mempraktekkan model pembelajaran IPA terpadu dengan cara mengajar yang menyenangkansehingga hasil belajar siswa masih rendah.
Untuk memperkecil masalah pembelajaran IPA Terpadu dan meningkatkan hasil belajar siswa,  paper ini akan mengupas berbagai  kompetensi guru yang harus dikembangkan, juga ada petunjuk konkrit bagaimana cara mengembangkan persiapan mengajar IPA Terpadu dan prinsip apa yang harus menjadi pegangan guru selama beraktivitas di kelas.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa permasalahan yang dihadapi para guru IPA SMP/MTs saat ini antara lain kurang informasi tentang cara penyusunan persiapan mengajar IPA Terpadu. Disamping itu,  belum ada contoh konkrit cara pembelajaran efektif yang memotivasi siswa, sehingga proses pembelajaran yang dilakukan belum secara efektif membangun peserta didik memiliki kompetensi yang diharapkan.

C.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan paper ini yaitu (1) memberi gambaran alternatif perencanaan pembelajaran IPA Terpadu  (2) memberikan alternatif model pembelajaran melalui pendekatan belajar aktif dengan strategi ICARE.

D.    Manfaat Kajian
Dengan tersedianya tulisan  ini, diharapkan dapat dijadikan alternatif acuan baik oleh tenaga pendidik khusunya guru IPA SMP/MTs  maupun tenaga kependidikan untuk mengembangkan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai  dengan kebutuhan, lebih inovatif , kreatif, dan memotivasi para siswa,  sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA peserta didik pada jenjang SMP/MTs.


BAB II KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGANNYA
1.      Proses Pembelajaran
Beberapa pasal dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan kebijakan yang menunjukkan bahwa pembelajaran di sekolah diselenggarakan dengan menyenangkan, menantang, memotivasi, terbuka, dan mengaktifkan siswa, sebagai berikut
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, pasal 40 ayat (2)  “Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: a.  menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; b.   mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan  c.   memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”. 

Pernyataan di atas menuntut guru dan kita sebagai tenaga kependidikan agar komitmen dengan profesi kita dalam memajukan pendidikan. Kita dituntut untuk selalu mengembangkan kompetensi kita, dengan berbagai cara terutama membaca, menyumbangkan tulisan tentang peningkatan mutu kependidikan, memberikan saran, menulis di berbagai media, sehingga terjalin komunikasi yang implikasinya akan saling mengembangkan masing-masing pribadi secara lebih profesional. Pernyataan pembelajaran itu perlu menyenangkan dan memotivasi, diperkuat dengan Peraturan Pemerintah  No. 19 / 2005: Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19, Ayat 1 yang berbunyi:
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
 Untuk mewujudkan penyelenggaraan pembelajaran di atas, perlu suatu manajemen berbasis sekolah yang mandiri dan kreatif di sekolah itu sendiri, sehingga kreativitas guru lebih terbuka. Pernyataan tentang manajemen berbasis sekolah, terdapat dalam  PP No. 19 / 2005, Standar Nasional Pendidikan, Pasal 49, ayat (1);
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Seiring dengan sistem desentralisasi pendidikan, termasuk penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang diserahkan kepada sekolah masing-masing, sekolah mempunyai kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab dalam mengelola semua programnya. Manajemen Berbasis Sekolah (disingkat MBS) adalah suatu pende-katan politik yang bertujuan untuk mendesain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, kepala sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat. Oleh sebab itu MBS menyediakan layanan pendidikan yang menyeluruh dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah.
Mengenai proses belajar yang menyenangkan, menantang dan memotivasi, juga dinyatakan dalam Permen Diknas Nomor 41, tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang berbunyi:  
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik

Sejalan dengan hal itu, Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam Temu Nasional di Jakarta, 29 Oktober 2009, mengatakan: Saya minta Menteri Pendidikan Nasional untuk mengubah metodologi belajar-mengajar yang ada selama ini. Sejak taman kanak-kanak hingga sekolah menengah jangan hanya gurunya yang aktif , tetapi harus mampu membuat siswanya juga aktif”

Dari pernyataan di atas, jelas bahwa tugas guru pada saat implementasi pembelajaran antara lain menciptakan situasi dan kondisi yang menyenangkan, kreatif , interaktif, inspiratif, menantang, memotivasi dan berusaha menjadi teladan, panutan yang dapat ditiru dalam segala perilakunya. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, juga memenuhi tuntutan profesional, guru harus memahami standar kualifikasi akademik dan kompetensinya, yang tertuang dalam Permen Diknas nomor 16. Selanjutnya perlu ditelaah, ada diskusi, workshop, seminar dan bentuk lainnya untuk membahas, mengupas, mengembangkan berbagai hal sehubungan dengan tugas pokok dan fungsi sebagai pendidik dan pengajar yang sangat diharapkan oleh para siswa, orangtua siswa, dan negara. 

2.      Kompetensi Guru Yang Diharapkan

Berdasarkan Permen Diknas nomor   16  tahun 2007 tanggal   4 mei 2007, tentang  standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru,  berbagai kompetensi yang harus dikuasai guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Secara garis besar, masing-masing kompetensi diuraikan sebagai berikut.  Kompetensi pedagogik;  yaitu  menguasai karakteristik siswa dan prinsip pembelajaran, sehingga guru akan lebih mudah memilih model pembelajaran apa yang ocok bagi materi dan siswanya, baik secara individual maupun kelompok. Kompetensi kepribadian yang harus dipunyai guru yaitu kematangan seseorang yang patut ditiru; antara lain bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
Kompetensi sosial yang harus dipunyai guru, yaitu bersikap inklusif, terbuka; bertindak objektif, tidak diskriminatif, komunikatif dengan berbagai kalangan, dan adaptif.  Guru juga harus berkompetensi secara profesional sesuai materi ajar yang diampu. Untuk guru IPA tentunya harus menguasai materi dan pola pikir keilmuan  IPA , juga cabang-cabang IPA yang dapat dipadukan. Kemudian mampu mengembangkan materi pembelajaran secara kreatif sehingga pembelajaran lebih bermakna.
Menurut Pedoman IPA Terpadu (Pusat Kurikulum 2007), khusus untuk guru mata pelajaran IPA pada SMP/MTs, kemampuan yang harus dipunyai adalah                                                
“Memahami konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori IPA  serta  penerapannya secara fleksibel. Selain itu memahami proses berpikir IPA, menggunakan bahasa simbolik IPA, memahami hubungan antar berbagai cabang IPA, dan seterusnya.

Pandangan lain mengatakan, berbagai kompetensi yang dituntut seorang guru antara lain memiliki kemampuan intelektual, sosial, kredibilitas dan semangatnya dalam mengemban tugas sebagai guru. Dengan kata lain guru dituntut dalam tugas profesi, tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan. Sebagai profesi, guru dituntut untuk mendidik-mengajar dan melatih para siswa. Profesi mendidik siswa, guru mengembangkan nilai-nilai hidup baik dari agama, adat, budaya bangsa, dan lainnya yang positif, memberi tahu dampak perilaku negatif..
Kemampuan mengajar yang dituntut dari guru tidak mudah, karena mengajar melibatkan potensi siswa yang perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan pribadi siswa, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan kemampuan melatih, guru dituntut bagaimana caranya agar potensi akademik siswa yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotor dapat dilatih untuk terus berkembang secara optimal, menuju pribadi yang mandiri dan terampil sesuai bakat dan minatnya. Jadi guru juga bertugas membantu siswa dalam menstransformasikan dirinya sebagai upaya pembentukan dan pengembangan sikap dan mengidentifikasikan diri sebagai peserta didik dan warga masyarakat.
3.      Bagaimanakah Cara Mengelola Kelas Yang Baik?.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses, menyatakan;
“Pada saat guru mengelola kelas, yaitu mengatur tempat duduk sesuai dengan karakteristik  siswa,  volume dan intonasi suara harus jelas, santun, menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan belajar siswa, menciptakan ketertiban dan kedisiplinan, memberi  penguatan dan umpan balik . Untuk memotivasi siswa, guru harus menghargai pendapatnya, untuk penampilan agar menarik, guru harus memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi. Agar siswa dapat gambaran apa yang akan dipelajari,  pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran yang diampunya”.
 Tempat duduk harus diatur sedemikian rupa, agar pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Kadang siswa yang punya kemampuan lebih dikelompokkan dengan yang kurang, agar saling mengajar dan belajar, namun ada kalanya siswa yang pintar ber-kumpul dengan yang pintar lagi, unruk memotivasi agar potensinya lebih terkem-bangkan. Suara guru yang nyaman, jelas, akan menarik minat siswa, sehingga pelajaran mudah diserap.
Guru berperan sebagai pengembang, perencana, pembimbing, dan fasilitator. Guru sebagai pembimbing adalah guru yang saling membelajarkan antara dirinya dengan sesama dan siswanya. Guru sebagai fasilitator adalah guru yang menyadari bahwa pekerjaannya merespon tujuan para siswa sekalipun tujuan itu bervariasi.  Rachman (1997:132). Hendaknya guru menciptakan hubungan baik guru-siswa, diharapkan siswa senantiasa gembira, penuh gairah, semangat, bersikap optimis, dan realistik dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukan serta terbuka terhadap hal-hal yang ada pada dirinya.

4.      Bagaimana Pelaksanaan Pembelajaran Yang Optimal?

Masih dalam Permen Diknas Nomor 41, tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dikatakan bahwa “Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari rencana yang disusun guru sebelumnya. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Da-lam kegiatan pendahuluan, guru harus menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Pelaksanaan kegiatan inti meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi”.
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa. Pada proses eksplorasi,  guru harus  melibatkan peserta didik mencari informasi dari berbagai sumber, dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber, termasuk dari pengamatan, percobaan, dan lainnya yang melibatkan indera siswa. Mengenai belajar menggunakan indera, awalnya digagas oleh Comenius dan filsafat Aristoteles (dalam Dryden. 2000), isinya sebagai berikut.
“Tidak mungkin ada sesuatu dalam intelek, sebelum ia terlebih dahulu ada dalam cerapan indera.. kunci pembelajaran terletak pada kemampuan pengembangan indera anak-anak dimulai dari pengalaman-pengalaman konkrit”
Jadi semakin jelas, bahwa belajar akan bermakna dan optimal jika peserta didik diberi ruang dan kesempatan untuk menggunakan berbagai inderanya dalam mengamati dunia sekeliling. Berbagai cara guru memberi ruang pada peserta didik dalam mengembangkan inderanya antara lain mengamati berbagai gejala alam dengan mata, kaca pembesar, microscoop, teropong, membaui, meraba, menimbang, mengukur tinggi dan berat, dan lainnya. Untuk mengembangkan komunikasi dan kecerdasan sosial, peserta didik seharusnya diberi kesempatan melalui belajar kelompok.  Selain itu, guru menggunakan beragam pendekatan, strategi, metoda, dan, media pembelajaran yang memunculkan berbagai interaksi.
Dalam proses elaborasi, guru harus membiasakan para siswa berani memunculkan gagasan-gagasan baru dan memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyele-saikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.       Disaat konfirmasi, guru harus memberikan umpan balik positif dan penguatan, hadiah, memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi, dan elaborasi, juga memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.
      Pada kegiatan penutup, guru bersama-sama siswa menyusun rangkuman; kemudian. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan seca-ra konsisten, juga memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. Jangan lupa, guru  merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok.
5.      Apa, Mengapa, Bagaimana IPA

IPA singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam, dalam bahasa Inggrisnya, science.. Ada beberapa pendapat tentang IPA. Menurut Academic Press Dictionary of Science & Technology,
“IPA merupakan pengamatan sistematis terhadap gejala alam dan kondisinya; kemudian mengembangkannya menjadi teori, hukum, prinsip, dan konsep berdasarkan fakta tersebut. Masih menurutnya, IPA merupakan organisasi pengetahuan berdasarkan pengamatan yang selanjutnya dapat dibuktikan berdasartkan penelitian”.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa IPA itu ditekankan pada proses mengamati gejala alam yang dinamis, baru dijadikan teori yang terorganisasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
      Gottlieb (University of South Alabama; edu.com) mengatakan; “IPA merupakan aktivitas intelektual dalam mengembangkan informasi tentang alam semesta dimana kita hidup dan untuk mengembangkan informasi tersebut dapat diorganisasikan menjadi pola yang bermakna. Tujuan utama dari IPA adalah memperlihatkan berbagai fakta, dan melihat persamaan dan perbedaan fakta yang sangat bervariasi”.

      Dari definisi di atas, kita dapat melihat, cara mengajarkan IPA harus melalui aktivitas pengamatan terlebih dahulu, sehingga siswa sendiri yang mengorganisasikan pengetahuannya menjadi pola pikir yang bermakna dengan bantuan guru. Bantuan lainnya, guru dapat mengarahkan siswa cara membuat data dalam berbagai bentuk, menafsirkan data yang ada, menganalisis, dan cara menyimpulkan. Cara guru membimbing sebaiknya dalam bentuk pertanyaan, bukan pernyataan.
      JD Bernal menyarankan untuk dapat memahami IPA haruslah melalui pemahaman dari 5 aspek yaitu IPA dapat dipandang:(1) sebagai suatu institusi, (2) sebagai suatu metode, (3) sebagai suatu kumpulan pengetahuan, (4) sebagai suatu faktor utama dalam memelihara dan mengembangkan produksi, dan (5) sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi kepercayaan dan sikap manusia terhadap alam semesta dan manusia.
IPA sebagai suatu metode; sesuatu yang abstrak, suatu konsepsi; pengertiannya berkembang sesuai dengan perkembangan sejarah dan IPTEK.  Metode IPA merupakan suatu proses yang masih terus berubah; terdiri dari sejumlah kegiatan baik mental maupum manual, termasuk di dalamnya adalah observasi, eksperimentasi, klasifikasi, pengukuran, penafsiran, analisis, dan sebagainya. Metode IPA juga melibatkan teori-teori hipotesis serta hukum-hukum.
R. Haree (1985)
mengatakan, bahwa IPA itu suatu kumpulan pengetahuan, dalam hal ini adalah teori-teori. Yang kedua menjelaskan fungsi dari pengetahuan atau teori yaitu untuk menjelaskan adanya pola hubungan antara berbagai kejala alam.
Sejalan dengan pernyataan di atas, Carin dan Sund (1993 dalam IPA Terpadu, Puskur; 2007) mendefinisikan IPA  sebagai  “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Merujuk pada beberapa pengertian IPA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA  meliputi empat unsur utama yaitu:
·         sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru  yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA  bersifat open ended;
·         proses: prosedur pemecahan masalah  melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan;
·         produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;
·         aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
6.   Pembelajaran IPA Terpadu
Pembelajaran IPA terpadu merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar (SK-KD) dari mata pelajaran IPA (Fisika, Kimia, Biologi) dalam satu pembelajaran yang terpadu. Misalnya pada saat mempelajari jenis makanan (Biologi) dijelaskan juga tentang energi (Fisika) yang relevan. Pengertian terpadu di sini mengandung makna menghubungkan IPA  dengan berbagai mata pelajaran (Carin 1997;236 dalam IPA Terpadu, Puskur, 2007)).
Lintas sub mata pelajaran dalam IPA  adalah mengkoordinasikan berbagai disiplin ilmu seperti biologi, fisika, kimia, geologi, dan astronomi. Manfaat yang dapat dipetik melalui pelaksanaan pembelajaran terpadu antara laian sebagai berikut. (Pusat Kurikulum; 2007)
·      Dengan menggabungkan berbagai mata pelajaran akan terjadi penghematan waktu, karena ketiga disiplin ilmu (Fisika, Kimia, dan Biologi) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
·      Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran.
·      Akan terjadi peningkatan kerja sama  antarguru submata pelajaran terkait.
       
 7.  Strategi ICARE (Introduction; Connection; Aplication; Reflection;   Extension)
Berbagai pendekatan, strategi dan metode pembelajaran telah kita kenal. Dalam tulisan ini akan dikenalkan suatu strategi, urutan pembelajaran tahap demi tahap, yang dinamakan  ICARE. ICARE merupakan kependekan dari  I = Introduction  C=Connection  A =Application R = Reflction dan E = Extension; yang dikembangkan oleh Lorna (dalam Sukandi 2010). Untuk lebih jelasnya, marilah kita bahas satu persatu sebagai berikut.
 Introduction (Pengenalan). Pada tahap pengenalan, guru menjelaskan tentang materi pelajaran secara garis besar, tujuan pembelajaran, dan jenis kegiatan yang akan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Tahap ini dilakukan hanya 5-10 menit.
Connection (Pengaitan). Pembelajaran suatu materi merupakan rangkaian kemampuan yang dikembangkan berdasarkan kemampuan-kemampuan sebelumnya. Oleh karena itu semua pengalaman pembelajaran yang akan dialami siswa, perlu dimulai dari apa yang sudah diketahui, dari yang sudah dialami; dapat dilakukan oleh peserta kemudian dikembangkan secara optimal. Pada tahap ini, guru menghubungkan bahan ajar yang baru dengan sesuatu yang sudah dikenal para peserta, melalui berbagai pertanyaan, dapat juga melakukan hal ini dengan cara brain storming, sehingga mereka menjawab, memberitahu apa yang mereka ingat dari pelajaran sebelumnya.
Sesudah itu guru dapat menghubungkan pemikiran siswa sebelumnya dengan informasi baru. Cara menghubungkan diusahakan melalui berbagi cara yang memotivasi, menyenangkan siswa. Jika perlu, guru dapat bertanya, presentasi atau menjelaskan namun paling lama hanya sekitar 10 menit
Application (Penerapan). Tahap ini adalah yang paling penting dari proses pembelajaran. Setelah peserta memperoleh informasi atau keterampilan baru secara garis besar melalui tahap connection, mereka diberi kesempatan untuk mempraktikkan dan menerapkan pengetahuan serta kecakapan dalam mengeksplor tersebut. Bagian application harus berlangsung paling lama, bermakna, menggunakan berbagai indera dan kemampuan peserta didik. Kunci keberhasilan pembelajaran dan pengembangan potensi peserta didik ada dalam tahap ini. Jadi guru harus betul-betul mempersiapkan pertanyaan dan tugas yang menantang berbagai kemampuan peserta didik agar berkembang secara optimal. Bayangkan jika guru hanya ceramah. Apa yang berkembang?? Hanyalah kemampuan mendengarkan!.  Dalam sesi ini, guru dapat mengatur siswa, apakah mereka bekerja sendiri, secara pasangan atau berkelompok untuk menyelesaikan kegiatan nyata atau memecahkan masalah dengan menggunakan informasi terbaru yang mereka dapatkan. Informasi didapat dari berbagai sumber.
Reflection (Refleksi). Bagian ini merupakan ringkasan dari semua proses pelajaran atau sesi, peserta memiliki kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Tugas guru adalah menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran. Kegiatan refleksi atau ringkasan dapat melibatkan diskusi kelompok dimana fasilitator meminta peserta melakukan presentasi atas apa yang telah mereka pelajari.
Extention (Perluasan, Pendalaman). Kegiatan dimana guru menyediakan kegiatan berupa PR, tugas, dan lainnya yang dapat dilakukan peserta setelah pelajaran atau sesi berakhir untuk memperkuat dan memperluas pembelajaran. Kegiatan ini meliputi penyediaan bahan bacaan, tugas penelitian atau latihan.
8.  Belajar Aktif
Penerapan pendekatan belajar aktif yang ditunjang pelaksanaan manajemen berbasis sekolah memiliki dasar hukum yang bersumber dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku. Undang-Undang ini selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah berikut ini.
l  Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (PP No. 19 / 2005: Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19, Ayat 1).
l  Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. (PP No. 19 / 2005: Standar Nasional Pendidikan, Pasal 49, butir 1).
l  “Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik” ( (Permen Diknas Nomor 41, tahun 2007: Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah)

l  Sejalan dengan hal itu, Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam Temu Nasional di Jakarta, 29 Oktober 2009, mengatakan: “Saya minta Menteri Pendidikan Nasional untuk mengubah metodologi belajar-mengajar yang ada selama ini. Sejak taman kanak-kanak hingga sekolah menengah jangan hanya gurunya yang aktif , tetapi harus mampu membuat siswanya juga aktif”
   
Berdasarkan Permen Diknas, peraturan pemerintah, dan pernyataan presiden di atas, menunjukkan bahwa pendekatan belajar aktif atau PAKEM (pembelajaran kreatif, aktif dan menyenangkan) saat ini sangat diperlukan. Belajar aktif dapat mengaktifkan dan memotivasi siswa untuk lebih semangat belajar tanpa merasa jemu, bosan, atau terbebani. Hal ini berimplikasi terhadap para praktisi di lapangan yang dituntut untuk lebih mendalami hakekat pembelajaran dengan pendekatan belajar aktif atau PAKEM.
Apa yang menjadi harapan keluaran siswa setelah proses pembelajaran? Menurut U.Sukandi (2010 dalam Belajar Aktif), pada dasarnya anak memiliki sifat rasa ingin tahu dan kemampuan berimajinasi. Kedua hal tersebut merupakan ‘bahan dasar’ bagi tumbuh kembangnya kreativitas yang dibutuhkan manusia dalam hidupnya agar bertahan. Kedua hal tersebut hanya mungkin tumbuh subur dan berkembang dalam suasana pembelajaran seperti yang dipesankan oleh pernyataan dalam Standar proses dan pernyataan presiden di atas.
Harapan keluaran setelah proses pembelajara antara lain sifat anak berkembang menjadi lebih kritis, lebih kreatif, lebih mandiri, bertanggung jawab, dan sifat-sifat lain yang positif serta berkembangnya berbagai keterampilan. Untuk memotivasi perkembangan berbagai potensi siswa, antara lain berbagai kegiatan yang terangkum dalam komponen belajar aktif. Komponen Belajar Aktif meliputi berbuat; mengamati; berinteraksi; dan merefleksi.
   Agar siswa mengalami interaksi dengan temannya, guru harus jeli mengatur strategi pembelajaran, misalnya bekerja dalam kelompok. Menurut konsep Maslow dan Bruner (dalam Silberman (terjemahan oleh Sarjuli dkk)):
“dengan menempatkan peserta didik dalam kelompok dan memberinya tugas dimana mereka saling tergantung satu dengan yang lain untuk menyelesaikan pekerjaan adalah cara yang mengagumkan untuk memberi kemampuan pada kemampuan siswa dalam masyarakat. Karena dalam belajar kelompok, mereka dapat kesempatan untuk bercakap-cakap yang mengarah pada hubungan selanjutnya”.
   Kegiatan yang sering dilupakan guru antara lain memberi kesempatan kepada siswa untuk berefleksi. Dengan berefleksi, para siswa akan lebih mengenal dirinya dengan prosedur yang lebih terarah, akan lebih mampu mengendalikan emosi menjadi energi yang lebih bermakna. Siswa akan lebih leluasa dalam mengungkapkan emosinya secara positif, sehingga akan mengurangi munculnya hal-hal negatif yang timbul dari para siswa yang merasa kurang puas dengan dirinya.
Bagaimana cara guru bertanya agar bermakna bagi siswa? Coba amati, termasuk kategori manakah bentuk pertanyaan-pertanyaan guru saat mengajar?  Bagaimana jenis pertanyaan yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi?. Bagaimana dengan bentuk pertanyaan hafalan?  Pertanyaan yang menuntut ‘menghafal’ digolongkan sebagai pertanyaan tingkat rendah; pertanyaan yang menuntut berpikir ‘memahami’ dan ‘menerapkan’ sebagai pertanyaan tingkat sedang ; sedangkan pertanyaan yang menuntut berpikir menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi sebagai pertanyaan tingkat tinggi.
               Pertanyaan menganalisis, akan mengembangkan siswa menghubung-hubungkan ; pertanyaan jenis mengevaluasi, akan mengembangkan kompetensi siswa untuk membandingkan sesuatu dengan kriteria tertentu ; pertanyaan mengkreasi, akan mengembangkan potensi siswa untuk membangun/membentuk gagasan baru.
               Pada tahun 1950, Benjamin S. Bloom (dalam U.Sukandi. 2010) memperkenalkan konsep tingkatan dalam berpikir.  Tingkatan berpikir tersebut dapat dipakai guru dalam menyusun pertanyaan atau tugas yang akan diberikan kepada siswa. Berikut adalah tingkatan berpikir Bloom versi perbaikan.
        
Perbandingan antara belajar pasif dengan belajar aktif digambarkan dalam bagan berikut. (Active learning.) http://en.wikipedia.org/wiki/Active_learning)                                                               
Hal lain yang menunjang kebermaknaan proses pembelajaran, yaitu belajar kooperatif dan lingkungan belajar. Karena itu, pengelolaan lingkungan belajar merupakan bagian yang penting dalam proses belajar-mengajar. memperhatikan hal-hal seperti  pengaturan ruangan, pengelolaan lingkungan, dan pemanfaatan sumber belajar yang ada di lingkungan.
       9.  Model Pembelajaran IPA Terpadu Melalui Pendekatan Belajar Aktif,  Dengan Strategi ICARE

a.   Perencanaan

Keberhasilan pembelajaran terpadu akan lebih optimal jika perencanaan mempertimbangkan kondisi dan potensi peserta didik  Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik sudah tercantum dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar per submata pelajaran IPA. Salahsatu alternatif pengembangan IPA Terpadu adalah sebagai berikut.
Langkah (1): Menetapkan mata pelajaran yang akan dipadukan. Misalnya Fisika dan Kimia untuk kelas VII, SK nomor 1; 3; dan 4 dengan KD nomor 1.1; 3.4; dan 4.2. Kompetensi dasar yang dipilih misalnya 1.1 Mendeskripsikan pengertian suhu dan pengukurannya; 3.4 Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-har ; 4.2 Melakukan pemisahan campuran dengan berbagi cara berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia
Langkah (2): Memilih dan menetapkan tema atau topik pemersatu. Misalnya pada SK di atas, ditetapkan temanya adalah Hubungan Pemisahan Campuran melalui proses distilasi dengan suhu, dan kalor yang diperlukan.
Langkah (3): Membuat  matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema/topik pemersatu, dilanjutkan dengan menyusun dan merumuskan indikator pencapaian hasil belajar untuk setiap kompetensi dasar dari submata pelajaran yang dipadukan. Untuk tema di atas, tersusun beberapa indikator, antara lain (Menggunakan termometer dengan tepat; Menjelaskan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda dan wujud zat; Menjelaskan pengertian campuran dan cara pemisahannya; Unjuk kerja percobaan memisahkan campuran dengan destilasi: (Merakit alat dengan benar, dan lainnya); Menyusun laporan hasil percobaan (indikatornya: Kebenaran konsep,; kelengkapan isi laporan, dan lainnya).
Langkah (4): Menyusun alternatif silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu,  dikembangkan dari berbagai indikator submata pelajaran IPA menjadi beberapa pengalaman belajar yang konsep keterpaduan atau keterkaitan  menyatu  antara beberapa submata pelajaran IPA. Untuk indikator di atas, kegiatan pembelajaran yang ada dalam silabus dan RPP  antara lain (Merakit alat destilasi; Mengukur suhu air yang dipanaskan menggunakan termometer ; Berdiskusi tentang suhu dan termometer; Berdiskusi tentang pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda dan wujud zat;’ Melakukan percobaan berbagai teknik pemisahan dalam kelompok kecil; Mencatat data, menganalisis, menjawab pertanyaan dalam lembar kerja, menyimpulkan, menyusun laporan; Mempresentasikan hasil diskusinya kepada kelompok yang lain; dan seterusnya).

b.      Pelaksanaan Pembelajaran Dengan Strategi “ICARE”

Setelah persiapan, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan pembelajaran. Sebelum pelaksanaan siapkan semua peralatan dan beberapa pertanyaan kunci sebagai alat berfikir siswa, juga tentukan waktu yang tersedia. Pelaksanaan kegiatan mengikuiti strategi ICARE, sebagai berikut. 
Langkah (1) Introduction (Kenalkan). Dengan waktu yang relatif singkat diharapkan guru dapat menciptakan kondisi awal pembelajaran dengan baik sehingga peserta didik siap mengikuti pembelajaran dengan seksama. Alternatif kegiatan dalam tahap ini antara lain:
·         Menyatakan tujuan pembelajaran hari itu. Tujuan dapat diambil dari KD dan indikator yang telah disusun. Dapat dinyatakan atau ditulis di papan tulis.
·         Mengajukan pertanyaan kunci yang mencakup materi yang akan dipelajari. Misalnya; Apa hubungan kalor, suhu, termometer, dan perubahan wujud zat?
·         Memotivasi peserta didik: membangkitkan semangat dan minat peserta didik untuk siap menerima pelajaran dengan berbagai cara.
·         Dalam kegiatan pendahuluan ini guru dapat pula melakukan penilaian awal peserta didik (tes awal) yang dapat diberikan secara lisan maupun tertulis
Langkah (2) Connection (Mengaitkan). Guru ;mengaitkan topik yang akan dipelajari, yaitu Pemisahan Campuran melalui proses distilasi dengan suhu, dan kalor yang diperlukan. Dapat dilakukan dengan berbagai pertanyaan tentang topik yang sudah dipelajari sebelumnya dan memberikan komentar atas jawaban peserta didik. Guru juga dapat mengaitkan topik yang akan dipelajari dengan kehidupan siswa, disesuaikan dengan kondisi lingkungan mereka.
Langkah (3) Aplication (Menerapkan Pembelajaran). Pengalaman belajar dapat terjadi melalui kegiatan tatap muka dan kegiatan  nontatap muka. Dalam tahap ini, guru mengarahkan kepada siswa untuk bekerja dalam kelompok. Masing-masing kelompok mendapatkan lembar kerja yang harus diisi berdasarkan hasil pengamatan distilasi. Tahapan kerja siswa dapat diberi tahu, dapat juga mereka sendiri yang menentukan, kondisional. Dalam tahap ini siswa belajar mengikuti metoda ilmiah, yaitu memahami masalah yang ditanyakan guru; kemudian mereka mencari teori yang berhubungan; menyusun hipotesisi berdasarkan teori, misalnya titik didih alkohol 800, sehingga dapat memprediksi pada saat 800, yang tertampung adalah alkoho, dan seterusnya. Selanjutnya mengerjakan praktikum sesuai perintah atau hasil diskusi; mencatat data, menganalisis, dan menyimpulkan. Selanjutnya menyusun laporan, mempresentasikan, dan memperbaiki berdasarkan komentar teman dan gurunya.
Kegiatan belajar tahap ini hendaknya lebih mengutamakan aktivitas peserta didik. Guru hanya sebagai fasilitator  yang memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri apa yang dipelajarinya, sesuai dengan teori’konstruktivisme’. Jangan lupa, pada tahap ini, guru mengamati cara siswa bekerja, baik dari keterampilan fisik seperti cara mengamati termometer maupun perilakunya seperti ketekunan, dan lainnya.
            Langkah (4) Reflection (Refleksi). Waktu yang tersedia untuk kegiatan refleksi cukup singkat. Oleh karena itu guru perlu mengatur dan memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Secara umum kegiatan refleksi ini terdiri atas hal-hal, misalnya  mengajak peserta didik untuk   menyimpulkan materi yang telah diajarkan; menanyakan kondisi piiran dan perasaan saat itu, dan lainnya. Guru membimbing siswa agar mereka melihat ke dalam dirinya lebih dalam.
Langkah (5) Extension (Perluasan  Pendalaman). Tahap ini guru melaksanakan tindak lanjut pembelajaran dengan pemberian tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah, menjelaskan kembali bahan yang dianggap sulit oleh peserta didik, membaca materi pelajaran tertentu, memberikan motivasi atau bimbingan belajar; mengemukakan topik yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya; memberikan evaluasi lisan atau tertulis, atau kegiatan lain yang relevan.
 c. Penilaian.
Model penilaian yang dikembangkan mencakup prosedur yang digunakan, jenis dan bentuk penilaian, serta alat evaluasi yang digunakan. Model penilaian ini disesuaikan dengan penilaian berbasis kelas pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Objek penilaian mencakup penilaian terhadap proses dan hasil belajar peserta didik.
Hasil belajar pada hakikatnya merupakan kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat diukur melalui sejumlah hasil belajar yang indikatornya dapat diukur dan diamati.  Penilaian proses dan hasil belajar saling berkaitan satu dengan yang lainnya karena hasil belajar merupakan akibat dari proses belajar.
Jenis penilaian terpadu terdiri atas tes dan bukan tes. Sistem penilaian dengan menggunakan tes merupakan sistem penilaian konvensional. Sistem ini kurang dapat menggambarkan kemampuan peserta didik secara menyeluruh, sebab hasil belajar digambarkan dalam bentuk angka yang gambaran maknanya sangat abstrak. Oleh karena itu untuk melengkapi gambaran kemajuan belajar secara menyeluruh maka dilengkapi dengan non-tes.
BAB III  Simpulan  Dan  Saran
A.                Kesimpulan
Pendidikan merupakan tulang punggung kemajuan suatu bangsa, oleh karena itu kita harus memperhatikan berbagai permasalahan dalam pendidikan. Salahsatu masalah yang menonjol khusus untuk mata pelajaran IPA di SMP/MTs adalah pelaksanaan pembelajaran IPA Terpadu di lapangan. Beberapa keluhan para guru di lapangan  diterima penulis pada saat pelatihan penyusunan silabus dan rencana pembelajaran untuk IPA Terpadu yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Jakarta Selatan, maupun yang diselenggarakan oleh Departemen Agama untuk guru-guru Madrasah Tsanawiyah.
 Disamping itu, keluhan lainnya dari para peserta penataran adalah bagaimana cara mengajar yang efektif, memotivasi, menyenangkan, tanpa menyita waktu yang lama, karena takut materi tidak tuntas. Disamping itu para peserta meminta pendekatan, strategi dan metode untuk meningkatkan hasil belajar siswa, karena IPA dianggap sulit oleh sebagian besar siswanya. Padahal  mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran penting sebagai dasar teknologi untuk kemajuan berbagai industri di Indonesia agar tidak ketinggalan oleh negara lainnya.
Berdasarkan kebutuhan yang diminta oleh para guru di lapangan dan data pemahaman siswa yang masih rendah terhadap IPA pada jenjang SMP/MTs dari Pusat Penilaian, penulis mengemukakan konsep IPA Terpadu, pendekatan belajar aktif  sebagai salahsatu alternatif pendekatan dalam pembelajaran; strategi ICARE, juga sebagai salahsatu alternatif strategi pembelajaran; cara mengelola kelas yang efektif; dan beberapa kompetensi guru yang diharapkan.
Untuk memperjelas konsep yang ada, penulis mencoba mengemukakan model pembelajaran IPA Terpadu dengan menggunakan pendekatan belajar aktif, melalui strategi ICARE dan berbagai metoda, salahsatunya metoda eksperimen untuk mengamati suhu larutan dan mengamati prose pemisahan larutan melalui destilasi.
Pembelajaran IPA Terpadu merupakan pembelajaran yang memadukan beberapa kompetensi dasar dari IPA SMP/MTs yang berasal dari konsep fisika dengan kimia, atau gabungan konsep fisika dengan biologi, atau gabungan antara kimia dengan biologi. Konsep-konsep tersebut diajarkan melalui sebagian indikatornya dalam waktu yang bersamaan. Melalui pembelajaran terpadu, pemahaman siswa terhadap IPA akan lebih konkrit dan holistik, sehingga lebih mudah difahami, tidak parsial. Jika guru mampu mewujudkan pembelajaran IPA Terpadu dengan pendekatan belajar aktif, diharapkan kompetensi siswa akan berkembang optimal, karena dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan belajar aktif, siswa akan termotivasi, senang berinteraksi, senang mengamati, berdebat, komunikasi antar siswa-siswa atau siswa guru dan lainnya yang sangat dinamis.
Gairah belajar akan meningkat, sehingga belajar tidak merupakan beban, namun suatu kesenangan bahkan jika guru mampu menumbuhkan kesenangan dan tantangan yang menggairahkan kepada para siswa, akan timbul kebutuhan suasana belajar seperti  itu, sehingga hasil belajarpun akan meningkat; minat kepada IPA juga akan meningkat, sehingga diharapkan banyak ahli yang mumpuni dalam mengimbangi, menghadapi bahkan memimpin  era ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. 

Selain dalam konsep belajar aktif, dalam standar proses juga dikatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran harus memberi ruang gerak kepada siswa untuk bereksplorasi, mengembangkan potensi siswa secara optimal, untuk selanjutnya guru memberi kesempatan untuk berelaborasi, dan ada saatnya untuk dikonfirmasi apakah konsep yang dipelajari sudah dikuasai siswa atau belum.  Dalam strategi pembelajaran yang dinamakan ICARE, dijelaskan tahapan guru dalam menentukan langkah, mulai dari introduction, connection, aplication, reflection, sampai extension dengan jelas. Hal ini diharapkan dapat membantu guru untuk merencanakan dan melaksanakn pembelajaran yang lebih bermakna.
Tidak ketinggalan, pada standar kompetensi akademik dan potensi guru, dikatakan beberapa kompetensi yang harus dikembangkan guru sebagai pendidik, mulai dari kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut merupakan dasar-dasar kompetensi yang diharapkan dari seorang guru. Tentunya masih banyak kompetensi lain yang harus dikembangkan untuk menjadi guru yang diidolakan dan diteladani baik oleh siswa, guru lain, maupun institusi.
B.                 Saran.
Sebagai saran dari tulisan ini, terutama bagi yang berkepentingan yaitu sebagai berikut. Pertama, untuk memahami IPA Terpadu harus memahami dulu IPA yang belum terpadu. Misalnya tahu fungsi termometer, bagaimana cara menggunakan dan cara membaca skala termometer dengan posisi yang tepat (mata pelajaran fisika). Pada saat mempelajari percobaan pemisahan campuran melalui destilasi (kimia),  tinggal menjelaskan atau membetulkan siswa yang menggunakan termometer. Jadi mengajarkan penggunaan termometer tidak usah dipisahkan dengan mengajarkan pemisahan campuran. Hal ini akan mengefektifkan waktu, dan membuat pemahaman siswa lebih konkrit dan holistik.
Untuk meningkatkan kompetensi-kompetensi yang diharapkan sesuai dengan standar kompetensi guru yang tercantum dalam Permen Diknas nomor   16  tahun 2007 tanggal   4 mei 2007, tentang  standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru,  yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional; para pelaksana pendidikan di lapangan hendaknya tahu kompetensi apa yang harus dikembangkan, kemudian berusaha mencapainya dengan berbagai cara, misalnya berdiskusi, membaca, mengadakan pelatihan dan lainnya.
Para tenaga kependidikan dikdasmen dan tenaga pendidikan tinggi juga harus faham bagaimana cara membantu para guru di lapangan, baik dari segi substansi maupun metodologi, sehingga ada kerjasama yang harmonis antara institusi terkait. Hal yang paling penting adalah memahami apa yang mesti dikerjakan, kemudian mencoba menyusun perencanaan sendiri atau bersama-sama dan melaksanakan pembelajaran di kelas berdasarkan perencanaan yang didasarkan pada teori pendekatan, strategi dan metoda yang memotivasi siswa dan guru itu sendiri.

Daftar Pustaka
·         Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional
·         Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007
·         Permen Diknas nomor   16  tahun 2007 Tentang  Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru.
·         Permen Diknas Nomor 41, tahun 2007 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
·         Standar Isi Mata Pelajaran IPA; dalam lampiran Permen No. 22  tahun 2004 Tentang Standar Isi.
·         Peraturan Pemerintah  No. 19 / 2005: Standar Nasional Pendidikan
·         …. Active learning. http://en.wikipedia.org/wiki/Active_learning. Diunduh oleh Etty, pada tanggal 25 Mei 2010
·         ….. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran. Diunduh oleh Etty, pada tanggal 25 Mei 2010
·         ……….. 2006. Poling/ Telesurvai Permasalahan Pendidikan. Buku Induk. Jakarta:  PT.MUC.Consulting Group.
·         ……….. 2007. Pedoman Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Pusat Kurikulum.
·         Dawson.1994. Science  Teaching. Australia: Longman
·         DENNY. ICARE dalam http://yasmawan.blogspot.com/. Diunduh oleh Etty, pada tanggal 25 Mei 2010
·         Dryden, Gordon and Vos, Jeannette. 2000. Revolusi Cara Belajar. (Terjemahan dari The Learning Revolution). Bandung: Kaifa.
·         Hamalik, Oemar, 2001.Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA, Bandung: Sinar Baru Algensindo,.
·         Hartono, Drs. M.Pd. http://sditalqalam.wordpress.com/2008/01/09/strategi-pembelajaran-active-learning/. Diunduh oleh Etty, pada tanggal 25 Mei 2010
·         Lorna. ICARE.  dalam Sukandi. 2010. Belajar Aktif. Jakarta: Pusat Kurikulum
·         Sampurno, Agus. (2008). Belajar Aktif. http://gurukreatif.wordpress.com/2008/01/08/dalam-penerapan-metode-belajar-aktif-yang-benar-siswa-dan-guru-sama-sama-aktifnya. Diunduh oleh Etty, pada tanggal 25 Mei 2010
·         Silberman, Mel. 1996. Active Llearning. 101 Strategies to Teach Any Subject. Massachusetts: Allyn and Bacon Boston Diterjemahkan oleh Sarjuli, dkk (2001). Ktif. Active Llearning. 101 Strategi Pembelajaran Aktif.
·         Sukandi, Ujang, MA. (2010). Belajar Aktif. Jakarta: Pusat kurikulum, Kemdiknas.
·         Wahyudi (2000). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Pusat kurikulum.
 

 
Powered by Blogger